Selasa, 06 Desember 2016

Definisi Kemiskinan Secara Umum

Definisi Kemiskinan Secara Umum
Definisi mengenai kemiskinan dibentuk berdasarkan identifikasi dan
pengukuran terhadap sekelompok masyarakat/golongan yang selanjutnya disebut
miskin (Nugroho, 1995). Pada umumnya, setiap negara termasuk Indonesia
memiliki sendiri definisi seseorang atau suatu masyarakat dikategorikan miskin.
Hal ini dikarenakan kondisi yang disebut miskin bersifat relatif untuk setiap
negara misalnya kondisi perekonomian, standar kesejahteraan, dan kondisi sosial.
Setiap definisi ditentukan menurut kriteria atau ukuran-ukuran berdasarkan
kondisi tertentu, yaitu pendapatan rata-rata, daya beli atau kemampuan konsumsi
rata-rata, status kependidikan, dan kondisi kesehatan.
Secara umum, kemiskinan diartikan sebagai kondisi ketidakmampuan
pendapatan dalam mencukupi kebutuhan pokok sehingga kurang mampu untuk
23
menjamin kelangsungan hidup (Suryawati, 2004: 122). Kemampuan pendapatan
untuk mencukupi kebutuhan pokok berdasarkan standar harga tertentu adalah
rendah sehingga kurang menjamin terpenuhinya standar kualitas hidup pada
umumnya. Berdasarkan pengertian ini, maka kemiskinan secara umum
didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam
memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya yang dapat menjamin
terpenuhinya standar kualitas hidup.
Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, kemiskinan adalah
kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya
hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang
bermartabat. Kebutuhan dasar yang menjadi hak seseorang atau sekelompok
orang meliputi kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan,
air bersih, pertanahan, sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari
perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam
penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik. Laporan Bidang Kesejahteraan
Rakyat yang dikeluarkan oleh Kementrian Bidang Kesejahteraan (Kesra) tahun
2004 menerangkan pula bahwa kondisi yang disebut miskin ini juga berlaku pada
mereka yang bekerja akan tetapi pendapatannya tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan pokok/dasar.
Definisi kemiskinan kemudian dikaji kembali dan diperluas berdasarkan
permasalahan-permasalahan kemiskinan dan faktor-faktor yang selanjutnya
menyebabkan menjadi miskin. Definisi kemiskinan yang dikemukakan oleh
Chambers adalah definisi yang saat ini mendapatkan perhatian dalam setiap
24
program pengentasan kemiskinan di berbagai negara-negara berkembang dan
dunia ketiga. Pandangan yang dikemukakan dalam definisi kemiskinan dari
Chambers menerangkan bahwa kemiskinan adalah suatu kesatuan konsep
(integrated concept) yang memiliki lima dimensi, yaitu:
1) Kemiskinan (Proper)
Permasalahan kemiskinan seperti halnya pada pandangan semula adalah
kondisi ketidakmampuan pendapatan untuk mencukupi kebutuhankebutuhan
pokok. Konsep atau pandangan ini berlaku tidak hanya pada
kelompok yang tidak memiliki pendapatan, akan tetapi dapat berlaku pula
pada kelompok yang telah memiliki pendapatan.
2) Ketidakberdayaan (Powerless)
Pada umumnya, rendahnya kemampuan pendapatan akan berdampak pada
kekuatan sosial (social power) dari seseorang atau sekelompok orang
terutama dalam memperoleh keadilan ataupun persamaan hak untuk
mendapatkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
3) Kerentanan menghadapi situasi darurat (State of emergency)
Seseorang atau sekelompok orang yang disebut miskin tidak memiliki
atau kemampuan untuk menghadapi situasi yang tidak terduga di mana
situasi ini membutuhkan alokasi pendapatan untuk menyelesaikannya.
Misalnya, situasi rentan berupa bencana alam, kondisi kesehatan yang
membutuhkan biaya pengobatan yang relatif mahal, dan situasi-situasi
darurat lainnya yang membutuhkan kemampuan pendapatan yang dapat
25
mencukupinya. Kondisi dalam kemiskinan dianggap tidak mampu untuk
menghadapi situasi ini.
4) Ketergantungan (dependency)
Keterbatasan kemampuan pendapatan ataupun kekuatan sosial dari
seseorang atau sekelompok orang yang disebut miskin tadi menyebabkan
tingkat ketergantungan terhadap pihak lain adalah sangat tinggi. Mereka
tidak memiliki kemampuan atau kekuatan untuk menciptakan solusi atau
penyelesaian masalah terutama yang berkaitan dengan penciptaan
pendapatan baru. Bantuan pihak lain sangat diperlukan untuk mengatasi
persoalan-persoalan terutama yang berkaitan dengan kebutuhan akan
sumber pendapatan.
5) Keterasingan (Isolation)
Dimensi keterasingan seperti yang dimaksudkan oleh Chambers adalah
faktor lokasi yang menyebabkan seseorang atau sekelompok orang
menjadi miskin. Pada umumnya, masyarakat yang disebut miskin ini
berada pada daerah yang jauh dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Hal
ini dikarenakan sebagian besar fasilitas kesejahteraan lebih banyak
terkonsentrasi di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi seperti di perkotaan
atau kota-kota besar. Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil atau
sulit dijangkau oleh fasilitas-fasilitas kesejahteraan relatif memiliki taraf
hidup yang rendah sehingga kondisi ini menjadi penyebab adanya
kemiskinan.
26
2.2. Skema Terbentuknya Perangkap Kemiskinan
Skema terbentuknya kemiskinan yang didasarkan pada konsep yang
dikemukakan oleh Chambers menerangkan bagaimana kondisi yang disebut
miskin di sebagian besar negara-negara berkembang dan dunia ketiga adalah
kondisi yang disebut memiskinkan. Kondisi yang sebagian besar ditemukan
bahwa kemiskinan selalu diukur/diketahui berdasarkan rendahnya kemampuan
pendapatan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok berupa pangan,
kesehatan, perumahan atau pemukiman, dan pendidikan. Rendahnya kemampuan
pendapatan diartikan pula sebagai rendahnya daya beli atau kemampuan untuk
mengkonsumsi.
Kemampuan pendapatan yang relatif terbatas atau rendah menyebabkan
daya beli seseorang atau sekelompok orang terutama untuk memenuhi kebutuhan
pokok menjadi rendah (Nugroho, 1995: 17). Konsumsi ini terutama ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan akan gizi dan kesehatan standar. Akibatnya,
kemampuan untuk mencapai standar kesejahteraan menjadi rendah seperti:
1) Ketersediaan pangan tidak sesuai atau tidak mencukupi standar gizi yang
disyaratkan sehingga beresiko mengalami mal gizi atau kondisi gizi
rendah yang selanjutnya sangat rentan terhadap resiko penyaki menular.
2) Kesehatan relatif kurang terjamin sehingga rentan terhadap serangan
penyakit dan kemampuan untuk menutupi penyakit juga relatif terbatas
sehingga sangat rentan terhadap resiko kematian
3) Perumahan atau pemukiman yang kurang/tidak layak huni sebagai akibat
keterbatasan pendapatan untuk memiliki/mendapatkan lahan untuk tempat
27
tinggal atau mendapatkan tempat tinggal yang layak. Kondisi ini akan
berdampak mengganggu kesehatan.
4) Taraf pendidikan yang rendah. Kondisi ini disebabkan karena keterbatasan
pendapatan untuk mendapatkan pendidikan yang diinginkan atau sesuai
dengan standar pendidikan.
Kondisi-kondisi akibat keterbatasan atau rendahnya pendapatan di atas
menyebabkan terbentuknya status kesehatan masyarakat yang dikatakan rendah
(morbiditas) atau berada dalam kondisi gizi rendah. Kondisi seperti ini sangat
rentan terhadap serangan penyakit dan kekurangan gizi yang selanjutnya disertai
tingginya tingkat kematian (mortalitas).
Angka mortalitas yang tinggi dan keadaan kesehatan masyarakat yang
rendah akan berdampak pada partisipasi sosial yang rendah, ketidakhadiran yang
semakin tinggi, kecerdasan yang rendah, dan ketrampilan yang relatif rendah.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai masing-masing keadaan yang disebabkan
oleh adanya mortalitas maupun morbiditas yang tinggi.
1) Tingkat Partisipasi Sosial Yang Rendah
Kondisi kesehatan maupun gizi yang rendah menyebabkan ketahanan fisik
atau modal fisik yang diperlukan untuk partisipasi sosial menjadi rendah.
Hal ini dikarenakan kesehatan yang terganggu tidak dapat menunjang
partisipasi secara penuh baik di lingkungan kemasyarakatan maupun di
lingkungan kerja. Sebagian besar golongan masyarakat miskin relatif
jarang terlibat secara aktif dalam aktivitas sosial.
28
2) Absensi Meningkat
Faktor kualitas kesehatan yang rendah tidak mendukung adanya aspek
kehadiran dalam aktivitas kemasyarakatan baik di lingkungan sosial,
pendidikan, maupun pekerjaan. Akibatnya, ketidakhadiran atau absensi
dalam segala aktivitas menjadi semakin meningkat sehingga tidak
memiliki kesempatan untuk berperan secara aktif dalam lingkungan sosial
tersebut.
3) Tingkat Kecerdasan Yang Rendah
Faktor gizi buruk ataupun kualitas kesehatan yang rendah akan berdampak
pada menurunnya kualitas intelektual. Seperti diketahui bahwa kinerja
otak manusia yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu masalah
memerlukan gizi yang memadai atau ideal. Kekurangan gizi termasuk
faktor yang paling utama terhadap adanya penurunan kualitas intelektual.
4) Ketrampilan Yang Rendah
Pada prinsipnya, ketrampilan merupakan salah satu bentuk dari adanya
kreativitas. Aktivitas ini harus ditunjang dengan kondisi kesehatan yang
mencukupi dan tentunya adalah kualitas intelektual yang memadai.
Masyarakat yang mengalami kekurangan gizi ataupun rentan terhadap
gangguan kesehatan relatif sulit untuk mengembangkan ketrampilannya.
Hal ini dikarenakan dukungan kesehatan untuk menjunjang
pengembangan kreativitas kerja relatif rendah sehingga tidak memiliki
banyak kesempatan untuk meningkatkan kualitas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar