Minggu, 18 Desember 2016

Periode skolastik Islam dapat dibagi dalam empat masa

Periode skolastik Islam dapat dibagi dalam empat masa, yaitu :
A.      Periode Kalam Pertama
Periode ini ditandai dengan munculnya kelompok-kelompok mutakallimin/aliran-aliran dalam ilmu kalam, diantaranya :
a.    Khawarij
b.    Murjiah
c.    Qadariyah
d.   Jabariyah
e.    Mu’tazilah
f.     Ahli Sunah
Dalam kaitanya dengan filsafat, aliran yang paling menonjol adalah Mu’tazilah yang dimotori oleh Wasil bin Atha dan dianggap sebagai rasionalisme Islam. Timbulnya aliran ini antara lain sebagai jawaban atas tantangan-tantangan yang timbul berupa paham-paham mengenai masalah Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan, yaitu paham tasybih (anthropomorphisme), jabariyah (determinisme), dan khawarij (paham teokratik). Mu’tazilah memberi jawaban dengan konsep-konsep sebagai berikut :
a.    Keesaan Tuhan (al-tauhid)
b.    Kebebasan Kehendak (al-iradah)
c.    Keadilan Tuhan (al-‘adalah)
d.   Posisi Tengan (al-manzilah bain al-manzilatain)
e.    Amar Ma’ruf Nahi Munkar (al-amr bi al-ma’ruf wa al nahy’an al-munkar)
B.       Periode Filsafat Pertama
Periode ini ditandai dengan munculnya ilmuwan dan ahli-ahli dalam berbagai bidang yang menaruh perhatian terhadap filsafat Yunani, terutama filsafat Aristoteles.
Periode filsafat Islam pertama adalah periode munculnya filsuf-filsuf Muslim di wilayah Timur, masing-masing adalah :
a.    Al-Kindi (806-873 M)
b.    Al-Razi (865-925 M)
c.    Al-Farabi (870-950 M)
d.   Ibnu Sina (980-1037 M)
C.       Periode Kalam Kedua
Periode ini ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh kalam penting dan besar  pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu kalam berikutnya, mereka antara lain :
a.         Al-Asy’ari (873-957 M)
Semula ia adalah penganut Mu’tazilah, tetapi karena tidak puas dengan keterangan-keterangan gurunya, Al-Juba’i akhirnya ia keluar dari Mu’tazilah. Aliran dan pahamnya kemudian disebut Asy’ariyah. Disamping Asy’ariyah juga Al-Matudiri.
b.         Al-Ghazali (1065-1111 M)
Ia adalah sosok muslim yang berpengaruh besar terhadap dunia Islam. Ia bergelar “Hujjatul Islam” (benteng Islam). Semula ia adalah seorang mutakallimin, namun karena kemudian ia tidak menemukan kepuasan dengan metode-metode pemikiran kalam, ia beralih ke lapangan filsafat. Namun di filsafat ia juga tidak menemukan kepuasan dan akhirnya beralih ke lapangan tasawuf. Di bidang terakhir inilah ia menemukan sesuatu yag dicarinya. Sikapnya terhadap filsafat dan filsuf tercermin dalam bukunya Tahafut al-Falasifah (Kerancuan para Filsuf).
D.      Periode Filsafat Kedua
Periode ini ditandai dengan tampilnya sarjana-sarjana dan ahli-ahli dalam berbagai bidang yang juga meminati filsafat. Mereka hidup dalam masa Daulah Amawiyah di Spanyol (Eropa) pada saat Eropa sedang dalam masa kegelapan. Dengan tampilnya para filsuf muslim di Eropa ini, ilmu dan peradaban tumbuh berkembang dan terus meningkat. Mereka adalah :
a.    Ibnu Bajjah (1100-1138 M), di Barat dikenal dengan sebutan Avempace.
b.    Ibnu Thufail (m. 1185 M), di Barat dikenal dengan sebutan Abubacer.
c.    Ibnu Rusyd (1126-1198 M), di Barat dikenal dengan sebutan Averrose.
Perlu dicatat disini bahwa pada masa Ibnu Rusyd menunjukkan sikap pembelaannya terhadap filsafat dan para filsuf atas serangan-serangan Al-Ghazali. Ia berusaha meng-counter pendapat Al-Ghazali dalam buku Tahafut al-Falasifah dengan bukunya yang berjudul Tahafut al-Tahafut (Kerancuan kitab Tahafut).
Sampai pertengahan abad XII orang-orang Barat belum mengenal filsafat Aristoteles secara keseluruhan. Skolastik Islamlah yang membawakan perkembangan filsafat di Barat. Berkat tulisan para ahli fikir Islam, terutama Ibnu Rusyd, orang-orang Barat itu mengenal Aristoteles. Para ahli fikir Islam (periode skolastik Islam) ini adalah Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd dan lainnya. Peran mereka sangat besar, tidak dalam pemikiran filsafat saja tetapi juga memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi Eropa dalam bidang ilmu pengetahuan. Para ahli fikir Islam sebagian menganggap bahwa filsafat Aristoteles adalah benar, Plato dan Al-Qur’an adalah benar, mereka mengadakan perpaduan dan sinkretisme antara agama dan filsafat. Banyak buku filsafat dan sejenisnya mengenai peranan para ahli fikir Islam atas kemajuan dan peradaban Barat yang sengaja disembunyikan disebabkan mereka (Barat) tidak mengakui secara terus terang jasa para ahli fikir Islam dalam mengantarkan kemodernan Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar