A.
Periode Kalam Pertama
Periode
ini ditandai dengan munculnya kelompok-kelompok mutakallimin/aliran-aliran
dalam ilmu kalam, diantaranya :
a.
Khawarij
b.
Murjiah
c.
Qadariyah
d.
Jabariyah
e.
Mu’tazilah
f.
Ahli Sunah
Dalam
kaitanya dengan filsafat, aliran yang paling menonjol adalah Mu’tazilah yang
dimotori oleh Wasil bin Atha dan dianggap sebagai rasionalisme Islam.
Timbulnya aliran ini antara lain sebagai jawaban atas tantangan-tantangan yang
timbul berupa paham-paham mengenai masalah Tuhan dan hubungan manusia dengan
Tuhan, yaitu paham tasybih (anthropomorphisme), jabariyah
(determinisme), dan khawarij (paham teokratik). Mu’tazilah memberi
jawaban dengan konsep-konsep sebagai berikut :
a.
Keesaan Tuhan (al-tauhid)
b.
Kebebasan Kehendak
(al-iradah)
c.
Keadilan Tuhan (al-‘adalah)
d.
Posisi Tengan (al-manzilah
bain al-manzilatain)
e.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
(al-amr bi al-ma’ruf wa al nahy’an al-munkar)
B.
Periode
Filsafat Pertama
Periode
ini ditandai dengan munculnya ilmuwan dan ahli-ahli dalam berbagai bidang yang
menaruh perhatian terhadap filsafat Yunani, terutama filsafat Aristoteles.
Periode
filsafat Islam pertama adalah periode munculnya filsuf-filsuf Muslim di wilayah
Timur, masing-masing adalah :
a.
Al-Kindi (806-873
M)
b.
Al-Razi (865-925 M)
c.
Al-Farabi (870-950
M)
d.
Ibnu Sina (980-1037
M)
C.
Periode Kalam Kedua
Periode
ini ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh kalam penting dan besar pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu kalam
berikutnya, mereka antara lain :
a.
Al-Asy’ari (873-957 M)
Semula
ia adalah penganut Mu’tazilah, tetapi karena tidak puas dengan
keterangan-keterangan gurunya, Al-Juba’i akhirnya ia keluar dari Mu’tazilah.
Aliran dan pahamnya kemudian disebut Asy’ariyah. Disamping Asy’ariyah juga
Al-Matudiri.
b.
Al-Ghazali (1065-1111 M)
Ia
adalah sosok muslim yang berpengaruh besar terhadap dunia Islam. Ia bergelar
“Hujjatul Islam” (benteng Islam). Semula ia adalah seorang mutakallimin, namun
karena kemudian ia tidak menemukan kepuasan dengan metode-metode pemikiran
kalam, ia beralih ke lapangan filsafat. Namun di filsafat ia juga tidak
menemukan kepuasan dan akhirnya beralih ke lapangan tasawuf. Di bidang terakhir
inilah ia menemukan sesuatu yag dicarinya. Sikapnya terhadap filsafat dan
filsuf tercermin dalam bukunya Tahafut al-Falasifah (Kerancuan para Filsuf).
D.
Periode Filsafat Kedua
Periode ini ditandai
dengan tampilnya sarjana-sarjana dan ahli-ahli dalam berbagai bidang yang juga
meminati filsafat. Mereka hidup dalam masa Daulah Amawiyah di Spanyol (Eropa)
pada saat Eropa sedang dalam masa kegelapan. Dengan tampilnya para filsuf
muslim di Eropa ini, ilmu dan peradaban tumbuh berkembang dan terus meningkat.
Mereka adalah :
a.
Ibnu Bajjah
(1100-1138 M), di Barat dikenal dengan sebutan Avempace.
b.
Ibnu Thufail (m.
1185 M), di Barat dikenal dengan sebutan Abubacer.
c.
Ibnu Rusyd
(1126-1198 M), di Barat dikenal dengan sebutan Averrose.
Perlu
dicatat disini bahwa pada masa Ibnu Rusyd menunjukkan sikap pembelaannya
terhadap filsafat dan para filsuf atas serangan-serangan Al-Ghazali. Ia
berusaha meng-counter pendapat Al-Ghazali dalam buku Tahafut
al-Falasifah dengan bukunya yang berjudul Tahafut al-Tahafut
(Kerancuan kitab Tahafut).
Sampai
pertengahan abad XII orang-orang Barat belum mengenal filsafat Aristoteles
secara keseluruhan. Skolastik Islamlah yang membawakan perkembangan filsafat di
Barat. Berkat tulisan para ahli fikir Islam, terutama Ibnu Rusyd, orang-orang
Barat itu mengenal Aristoteles. Para ahli fikir Islam (periode skolastik Islam)
ini adalah Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd dan lainnya.
Peran mereka sangat besar, tidak dalam pemikiran filsafat saja tetapi juga
memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi Eropa dalam bidang ilmu pengetahuan.
Para ahli fikir Islam sebagian menganggap bahwa filsafat Aristoteles adalah
benar, Plato dan Al-Qur’an adalah benar, mereka mengadakan perpaduan dan
sinkretisme antara agama dan filsafat. Banyak buku filsafat dan sejenisnya
mengenai peranan para ahli fikir Islam atas kemajuan dan peradaban Barat yang
sengaja disembunyikan disebabkan mereka (Barat) tidak mengakui secara terus
terang jasa para ahli fikir Islam dalam mengantarkan kemodernan Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar