Positivisme
Positivisme adalah doktrin filosofi dan ilmu pengetahuan sosial yang
menempatkan peran sentral pengalaman dan bukti empiris sebagai basis
dari ilmu pengetahuan dan penelitian. Terminologi positivisme dikenalkan
oleh Auguste Comte untuk menolak doktrin nilai subyektif, digantikan
oleh fakta yang bisa diamati serta penerapan metode ini untuk membangun
ilmu pengetahuan yang diabdikan untuk memperbaiki kehidupan manusia.
Salah satu bagian dari tradisin positivism adalah sebuah konsep yang
disebut dengan positivisme logis. Positivisme ini dikembangkan oleh para
filosof yang menamakan dirinya ‘Lingkaran Vienna’ (Calhoun, 2002) pada
awal abad ke duapuluh. Sebagai salah satu bagian dari positivisme,
positivisme logis ingin membangun kepastian ilmu pengetahuan yang
disandarkan lebih pada deduksi logis daripada induksi empiris. Kerangka
pengembangan ilmu menurut tradisi positivisme telah memunculkan
perdebatan tentang apakah ilmu pengetahuan sosial memang harus
“diilmiahkan”. Kritik atas positivism berkaitan dengan penggunaan
fakta-fakta yang kaku dalam penelitian sosial. Menurut para oponen
positivism, penelitian dan pengembangan ilmu atas realitas sosial dan
kebudayaan manusia tidak dapat begitu saja direduksi kedalam
kuantifikasi angka yang bisa diverikasi karena realitas sosial sejatinya
menyodorkan nilai-nilai yang bersifat kualitatif (Calhoun, 2002).
Menjawab kritik ini, kaum positivis mengatakan bahwa metode kualitatif
yang digunakan dalam penelitian sosial tidak menemukan ketepatan karena
sulitnya untuk di verifikasi secara empiris.
Tokoh-tokoh yang paling berpengaruh dalam mengembangkan tradisi
positivisme adalah Thomas Kuhn, Paul K. Fyerabend, W.V.O. Quine, and
filosof lainnya. Pikiran-pikiran para tokoh ini membuka jalan bagi
penggunaan berbagai metodologi dalam membangun pengetahuan dari mulai
studi etnografi sampai penggunaan analisa statistik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar