Istilah patristik berasal dari kata latin “patres” yang berarti bapak dalam
lingkungan gereja. Bapak yang mengacu pada pujangga Kristen, mencari jalan
menuju teologi Kristiani, melalui pelekatan dasar intelektual untuk agama
Kristen. Dalam masyarakat luas, terdapat pemikiran filososof yang disebut
sebagai kebudayaan kafir. Jadi, ada dua pengertian yang berlainan yaitu yang
berdasarkan agama Kristen dan berdasarkan filsafat Yunani. Pandangan pemikir
agama pun terbagi tiga dalam menanggapi filsafat ini. Pandangan pertama
berpendapat bahwa setelah ada wahyu Ilahi yang terwujud dalam Yesus Kristus,
seharusnya pemikiran filosofis lainnya berhenti atau tidak ada sama sekali.
Pandangan kedua, berusaha untuk menengahinya dengan menyintesiskan kedua
pemikiran tersebut. Pandangan ketiga bahkan menyatakan bahwa filsafat Yunani
merupakan langkah awal menuju agama (praeparatio evangelica) yang harus
diterima dan dikembangkan. (Sutardjo A. Wiramihardja, 2006 : 52)[3]
Para filosof zaman ini di antaranya Yustinus Martyr, Clemens (150-215 M),
dan Origenes (185-254 M). Martyr adalah pemikir yang sejak semula telah
mempelajari berbagai sistem filsafat. Ia menulis dua buku tentang membela hak
agama Kristen. Clemens dan Origenes berasal dari Alexandria, kota yang
merupakan pusat intelektual pada akhir zaman kuno yang merancang suatu teologi
yang tersusun secara ilmiah berdasarkan filsafat Yunani, khususnya Platoisme
dan Stoisisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar