Kamis, 10 November 2016

RETORASI INDONESIA VERSI ISLAM

BAB II
RETORASI INDONESIA VERSI ISLAM

Pengantar
Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam dan warisan budaya. Bangsa Indonesia terlahir dan dibesarkan dalam trasidi nelayan dan pelaut ulung. Terbiasa melakukan pelayaran, mengarungi samudera, bersahabat dengan ombak dan badai. Kita mewaris budaya yang kuat sebagai pelaut yang bekerja dalam suatu tim dalam menghadapi ancaman, gangguan, hambatan, tantangan, dan rintangan, baik yang berasal dari fenomena lam maupun kejahatan manusia, sseperti perampok dan bajak laut.
Nenek moyang kita terbiasa berlayar dari suatu pulau ke pulau lainnya. Dengan teknologi yang sama berlayar ke Barat hingga menjangkau Afrika dan Madagaskar sebelum wilayah itu dijamah para pelaut Mesir, India, Yunani, dan Romawi.
Akar dari semangat pelayaran nelayan Indonesia tercatat dalam sejarah dua imperium besar di Nusantara, yakni (1) Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatera pada abad ke-7 hingga abad ke-13 M dan (2) Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa pada abad ke-13 hingga ke-15 M. Kemudian kekuatan negeri bahari itu dikembangkan oleh kerajaan – kerajaan Islam Nusantara.
Menurut M. C. Ricklefs, profesor kehormatan di Universitas Monash, Indonesia modern dimulai dengan masuknya Islam di bumi Nusantara. Persatuan Indonesia dalam kebhinekaan komunitas dari berbagai pulau yang semula tersebar dalam bentuk negara kerajaan yang terpisah – pisah, dengan rupa – rupa etns, suku, bahasa, agama dan kepercayaan.











Kedatangan Islam
Islam sudah ada sejak di kepulauan Nusantara sejak awal Islam, yakni pada masa kekhalifahan Ustman ibn Affan (644 – 656). Khalifah ketiga, setelah Umar Ibn Khatab dan Abu Bakar Ash-Shidq, yang dikenal memiliki kegeniusan bisnis dalam menciptakan kemakmuran.
Islam telah masuk dan memainkan peran penting dalam urusan perdagangan di Sumatera sejak zaman Sriwijaya, kerajaan Budha yang didirikan pada akhir abad VII, sekitar tahun 650. Sriwjaya menguasai selat – selat di Nusantara, sehingga menjadi poros maritim dunia dan menguasai perdagangan antara Tiongkok dan Hindustan. Berdasarkan penilitian Fatimi, terdapat bukti kontak Islam dengan Nusantara melalui surat menyurat antara Raja Sriwjaya bernama Sri Indrawarman dengan Khalifah Umar ibn Abdul Aziz (717 – 720) pada masa Dinasti Umayyah. Di dalam surat itu, Raja Sriwijaya menyapa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz sebagai “raja Arab” dan memperkenalkan dirinya sebagai “Raja Nusantara”.
Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang berakhir pada tahun 1377 M ditaklukan oleh Kerajaan Majapahit. Prameswara berhasil meloloskan diri dan akhirnya berlabuh di selat Malaka sekitar tahun 1400 M. Prameswara pada awalnya beragama Budha, tetapi pada akhir pemerintahannya (1390 – 1414) ia menganut agama Islam dan berganti nama menjadi Iskandar syah. Majapahit sebagaimana wajah kekuasaan kerajaan Hindu Jawa sebelumnya – Kalijaga, Mataram, Kediri dan Singosari negara agraris yang berhasil. Ratu Tribuwana Wisnuwardhana (1328 – 1350) yang bergelar Prabu Kenya berhasil membangun Majapahit sebagai negara agropolitan yang aman, adil dan sejahter. Sering dengan melimpahnya hasil produksi pertanian, Majapahit melakukan ekspansi ke pantai – pantai strategis di Nusantara. Patih Gajah Mada terkenal dengan sumpahnya : “Lamun huwus kalah Nuswantara isun amukti palapa” (“jika telah kalah pulau – pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat”). Sumpah itu dikenal Sumpah Palapa. Majapahit pun menguasai wilayah Sriwijaya bahkan meluas ke Barat hingga bagian tertentu di Vietnam Selatan dan ke arah Timur sampai dengan bagian barat Papua.
Jadi, islamisasi di Jawa terjadi melalui kontak dagang di kalngan rakyat, sedangkan dikalangan elit melalui pendekatan pendidikan dan kebudayaan bercorak fikih – sufistik. Akhirnya, pada tahun 1519 kerajaan Majapahit jatuh ke tangan Kerajaan Islam Demak  yang didirikan pada tahun 1478 oleh Raden Fatah. Sejak itu, pola islamisasi berubah dari pendekatan ekonomi dan budaya menjadi pendekatan politik, seperti penaklukan kekuasaan Pajajaran pada abad XVI oleh Demak yang menjadi cikal bakal kerajaan Islam Banten.





Kekuasaan Islam
            Kehadiran kerajaan Islam telah mengubah orientasi hidup masyarakat agraris di pedalaman menjadi kota pantai berbasis perdagangan dengan visi kepelabuhan. Visi maritim Kerajaan Islam terlihat nyata dari peletakan batu pertama kesultann Banten. Di kawasan teluk Banten, sultan membangun tiga institusi penting sebagai motor perubahan sosial di Banten sejak tahun 1552, yakni Masjid sebagai basis kegiatan sosial keagamaan (termasuk kaderisasi kepemimpinan). 
            Pada masa keemasan Banten, Sultan Ageng Tirtayasa mengembangkan konsep pembangunan kota pantai terpadu. Sultan Ageng Tirtayasa membangun saluran air multifungsi dari Sungai Untung Jawa hingga ke Pontang. Pembangunan irigasi berdampak pada kemajuan pertanian dan perdagangan hasil bumi serta peningkatan kesejahteraan masyarakat Banten.

Penjajahan Belanda
            Belanda datang pertama kali di Nusantara dan mendarat di Banten tahun 1596 dipimpin Cornelis de Houtman. Tujuan mereka untuk berdagang dan tidak merebut kekuasaan. Pada tahun 1603, Belanda berhasil mendirikan kantor dagang “Verenigde Oost-Indische Compagnie” (VOC) di Banten dan merupakan kantor dagang Belanda yang pertama di seluruh kepulauan Indonesia.
            Belanda mengetahui kelemahan para penguasa yang ada di Nusantara, bahwa sebenarnya mereka saling bersaing. Belanda melancarkan politik “adu domba” dan “belah bambu”, dan kemudian menguasai Jawa. Belanda yang dijiwai oleh keserakahan Kapitalisme dan semangat revolusi Industri (1848) menandai kolonialisme-penjajahan, mulai dari Banten menjalar ke seluruh Nusantara.
            Ketika kekuasaan politik Islam mengalami kemunduran, maka Masjid benteng pertahanan terakhir umat Islam yang diharapkan mampu membela hak rakyat. Masjid menjadi simbol kekuatan perlawanan. Masjid bukan sekedar pranata agama, melainkan berperan sebagai kekuatan revolusioner untuk memimpin gerakan sosial melawan penjajah Belanda. Masjid merupakan asas utama dan terpenting bagi pembentukan masyarakat Indonesia berdasarkan kesatuan iman. Beberapa contoh gerakan perjuangan pribumi sepanjang abad 19 adalah Perang Cirebon (1802-1806), Perang Diponegoro di Jawa (1825-1830), Perang Paderi Imam Bonjol di Sumatera Barat (1821-1838), Perang Antasari di Banjarmasin (1859-1862), Geger Cilegon di Banten yang dipimpin KH. Wasid (1888), dan Perang Aceh (1873-1903). Gerakan-gerakan perlawanan ini mmberi dasar tumbuhnya kesadaran nasional.



Konsepsi Indonesia
            Nama Indonesia yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air, sehingga nama Indonesia akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Orang Indonesia pertama yang menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwandi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara. Ketika di buang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.
            Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan, “Mr. Earl suggest the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago.” Sejak saat itu Logam secara konsisten menggunakan nama “Indonesia” dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi.

Indonesia Merdeka
            Pada awal kemerdekaan Indonesia, perbedaan dikelola dengan bijaksana melalui dialog dan perdebatan yang produktif. Pancasila dan UUD 1945 adalah jiwa, kepribadian, dan filsafat hidup sekaligus cita-cita sosial politik bangsa Indonesia. Eksistensi negara kepulauan Indonesia diperkuat oleh sistem budaya maritim dan budaya dagang antar pulau yang sudah melekat pada jati diri bangsa. Laut dalam pandangan Islam bersifat suci. Air laut dan hewan laut, termasuk bangkai ikan dipandang suci dan halal.
            Indonesia merupakan keberlanjutan dari warisan historis tradisi kekuasaan dan kebudayaan yang terdiri dari beragam agama, etnis, suku bangsa, golongan dan bahasa. Indonesia adalah taman sari kemajemukan yang diikat oleh persamaan nasib yang sama, dalam semangat perjuangan yang sama untuk merdeka dari cengkraman penjajah, dan menentukan nasib sendiri, serta bersepakat untuk hidup bersama secara harmonis dan damai. Indonesia itu ditopang oleh banyak kaki-banyak tiang-yang saling mengokohkan. Tiang itu bernama keragaman suku bangsa, etnis, dan agama. Masing-masing harus dilindungi, dilestarikan, dikembangkan, dan diberi keleluasaan untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam memajukan Indonesia Raya. Tiang-tiang itu tidak boleh patah, apalagi dipatahkan.






Restorasi Indonesia
            Kita bangga menjadi bangsa Indonesia dengan warisan sejarah dan budaya kosmopolit, yang menghimpun hampir semua kebudayaan besar dunia-India, Arab, Persia, Cina, dan Eropa. Semua kebudayaan itu hidup berdampingan, dan saling mengisi. Memasuki dekade kedua abad ke-20 pergumulan antar arus peradaban Islam, India, Cina, dan Eropa mengalami gelombang pasang dengan kesadaran kebangsaan. Ideologi Islam, Komunisme, dan Kapitalisme menjadi diskursus yang serius.
            Keragaman suku bangsa Indonesia dengan akar budaya daerah masing-masing dipandang sebagai khazanah kekayaan kebudayaan nasional; dan nilai-nilai luhur budaya daerah itu dirumuskan menjadi identitas nasional. Dalam hal ini, Masjid Kampus memiliki peran strategi dalam membangun Indonesia baru yang cerdas, adil, dan sejahtera.



Pengantar agama islam 2

restorasi indonesia versi islam






Disusun oleh :


Kelompok 3 :
1.      Hendrik firlansyah
2.      Naurah hafizha
3.      Siti syariah
4.      Wafa sobiroh


Kelas : II A 

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar