BAB II
RETORASI INDONESIA VERSI ISLAM
Pengantar
Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam dan
warisan budaya. Bangsa Indonesia terlahir dan dibesarkan dalam trasidi nelayan
dan pelaut ulung. Terbiasa melakukan pelayaran, mengarungi samudera, bersahabat
dengan ombak dan badai. Kita mewaris budaya yang kuat sebagai pelaut yang
bekerja dalam suatu tim dalam menghadapi ancaman, gangguan, hambatan,
tantangan, dan rintangan, baik yang berasal dari fenomena lam maupun kejahatan
manusia, sseperti perampok dan bajak laut.
Nenek moyang kita terbiasa berlayar dari suatu pulau ke pulau
lainnya. Dengan teknologi yang sama berlayar ke Barat hingga menjangkau Afrika
dan Madagaskar sebelum wilayah itu dijamah para pelaut Mesir, India, Yunani,
dan Romawi.
Akar dari semangat pelayaran nelayan Indonesia tercatat dalam
sejarah dua imperium besar di Nusantara, yakni (1) Kerajaan Sriwijaya yang
berpusat di Sumatera pada abad ke-7 hingga abad ke-13 M dan (2) Kerajaan
Majapahit yang berpusat di Jawa pada abad ke-13 hingga ke-15 M. Kemudian
kekuatan negeri bahari itu dikembangkan oleh kerajaan – kerajaan Islam
Nusantara.
Menurut M. C. Ricklefs,
profesor kehormatan di Universitas Monash, Indonesia modern dimulai dengan
masuknya Islam di bumi Nusantara. Persatuan Indonesia dalam kebhinekaan
komunitas dari berbagai pulau yang semula tersebar dalam bentuk negara kerajaan
yang terpisah – pisah, dengan rupa – rupa etns, suku, bahasa, agama dan
kepercayaan.
Kedatangan Islam
Islam sudah ada sejak di kepulauan Nusantara sejak awal
Islam, yakni pada masa kekhalifahan Ustman ibn Affan (644 – 656). Khalifah
ketiga, setelah Umar Ibn Khatab dan Abu Bakar Ash-Shidq, yang dikenal memiliki
kegeniusan bisnis dalam menciptakan kemakmuran.
Islam telah masuk dan memainkan peran penting dalam urusan
perdagangan di Sumatera sejak zaman Sriwijaya, kerajaan Budha yang didirikan
pada akhir abad VII, sekitar tahun 650. Sriwjaya menguasai selat – selat di
Nusantara, sehingga menjadi poros maritim dunia dan menguasai perdagangan
antara Tiongkok dan Hindustan. Berdasarkan penilitian Fatimi, terdapat bukti
kontak Islam dengan Nusantara melalui surat menyurat antara Raja Sriwjaya
bernama Sri Indrawarman dengan Khalifah Umar ibn Abdul Aziz (717 – 720) pada
masa Dinasti Umayyah. Di dalam surat itu, Raja Sriwijaya menyapa Khalifah Umar
ibn Abdul Aziz sebagai “raja Arab” dan memperkenalkan dirinya sebagai “Raja
Nusantara”.
Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang berakhir pada
tahun 1377 M ditaklukan oleh Kerajaan Majapahit. Prameswara berhasil meloloskan
diri dan akhirnya berlabuh di selat Malaka sekitar tahun 1400 M. Prameswara
pada awalnya beragama Budha, tetapi pada akhir pemerintahannya (1390 – 1414) ia
menganut agama Islam dan berganti nama menjadi Iskandar syah. Majapahit
sebagaimana wajah kekuasaan kerajaan Hindu Jawa sebelumnya – Kalijaga, Mataram,
Kediri dan Singosari negara agraris yang berhasil. Ratu Tribuwana Wisnuwardhana
(1328 – 1350) yang bergelar Prabu Kenya berhasil membangun Majapahit sebagai
negara agropolitan yang aman, adil dan sejahter. Sering dengan melimpahnya
hasil produksi pertanian, Majapahit melakukan ekspansi ke pantai – pantai
strategis di Nusantara. Patih Gajah Mada terkenal dengan sumpahnya : “Lamun huwus kalah Nuswantara isun amukti
palapa” (“jika telah kalah pulau – pulau seberang, barulah saya menikmati
istirahat”). Sumpah itu dikenal Sumpah Palapa. Majapahit pun menguasai wilayah
Sriwijaya bahkan meluas ke Barat hingga bagian tertentu di Vietnam Selatan dan
ke arah Timur sampai dengan bagian barat Papua.
Jadi, islamisasi di Jawa terjadi melalui kontak dagang di
kalngan rakyat, sedangkan dikalangan elit melalui pendekatan pendidikan dan
kebudayaan bercorak fikih – sufistik. Akhirnya, pada tahun 1519 kerajaan
Majapahit jatuh ke tangan Kerajaan Islam Demak
yang didirikan pada tahun 1478 oleh Raden Fatah. Sejak itu, pola
islamisasi berubah dari pendekatan ekonomi dan budaya menjadi pendekatan
politik, seperti penaklukan kekuasaan Pajajaran pada abad XVI oleh Demak yang
menjadi cikal bakal kerajaan Islam Banten.
Kekuasaan Islam
Kehadiran kerajaan Islam telah
mengubah orientasi hidup masyarakat agraris di pedalaman menjadi kota pantai
berbasis perdagangan dengan visi kepelabuhan. Visi maritim Kerajaan Islam
terlihat nyata dari peletakan batu pertama kesultann Banten. Di kawasan teluk
Banten, sultan membangun tiga institusi penting sebagai motor perubahan sosial
di Banten sejak tahun 1552, yakni Masjid sebagai basis kegiatan sosial
keagamaan (termasuk kaderisasi kepemimpinan).
Pada masa keemasan Banten, Sultan Ageng
Tirtayasa mengembangkan konsep pembangunan kota pantai terpadu. Sultan Ageng
Tirtayasa membangun saluran air multifungsi dari Sungai Untung Jawa hingga ke
Pontang. Pembangunan irigasi berdampak pada kemajuan pertanian dan perdagangan
hasil bumi serta peningkatan kesejahteraan masyarakat Banten.
Penjajahan Belanda
Belanda datang pertama kali di
Nusantara dan mendarat di Banten tahun 1596 dipimpin Cornelis de Houtman.
Tujuan mereka untuk berdagang dan tidak merebut kekuasaan. Pada tahun 1603,
Belanda berhasil mendirikan kantor dagang “Verenigde Oost-Indische Compagnie”
(VOC) di Banten dan merupakan kantor dagang Belanda yang pertama di seluruh
kepulauan Indonesia.
Belanda mengetahui kelemahan para
penguasa yang ada di Nusantara, bahwa sebenarnya mereka saling bersaing.
Belanda melancarkan politik “adu domba” dan “belah bambu”, dan kemudian
menguasai Jawa. Belanda yang dijiwai oleh keserakahan Kapitalisme dan semangat
revolusi Industri (1848) menandai kolonialisme-penjajahan, mulai dari Banten
menjalar ke seluruh Nusantara.
Ketika kekuasaan politik Islam
mengalami kemunduran, maka Masjid benteng pertahanan terakhir umat Islam yang
diharapkan mampu membela hak rakyat. Masjid menjadi simbol kekuatan perlawanan.
Masjid bukan sekedar pranata agama, melainkan berperan sebagai kekuatan
revolusioner untuk memimpin gerakan sosial melawan penjajah Belanda. Masjid
merupakan asas utama dan terpenting bagi pembentukan masyarakat Indonesia
berdasarkan kesatuan iman. Beberapa contoh gerakan perjuangan pribumi sepanjang
abad 19 adalah Perang Cirebon (1802-1806), Perang Diponegoro di Jawa
(1825-1830), Perang Paderi Imam Bonjol di Sumatera Barat (1821-1838), Perang
Antasari di Banjarmasin (1859-1862), Geger Cilegon di Banten yang dipimpin KH.
Wasid (1888), dan Perang Aceh (1873-1903). Gerakan-gerakan perlawanan ini
mmberi dasar tumbuhnya kesadaran nasional.
Konsepsi Indonesia
Nama Indonesia yang merupakan
istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh
pergerakan kemerdekaan tanah air, sehingga nama Indonesia akhirnya memiliki
makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan.
Orang Indonesia pertama yang menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwandi
Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara. Ketika di buang ke negeri Belanda tahun
1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.
Untuk pertama kalinya kata Indonesia
muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan, “Mr. Earl suggest the ethnographical term
Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely
geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian
Islands or the Indian Archipelago.” Sejak saat itu Logam secara konsisten
menggunakan nama “Indonesia” dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun
pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan
geografi.
Indonesia Merdeka
Pada awal kemerdekaan Indonesia,
perbedaan dikelola dengan bijaksana melalui dialog dan perdebatan yang
produktif. Pancasila dan UUD 1945 adalah jiwa, kepribadian, dan filsafat hidup
sekaligus cita-cita sosial politik bangsa Indonesia. Eksistensi negara
kepulauan Indonesia diperkuat oleh sistem budaya maritim dan budaya dagang
antar pulau yang sudah melekat pada jati diri bangsa. Laut dalam pandangan
Islam bersifat suci. Air laut dan hewan laut, termasuk bangkai ikan dipandang
suci dan halal.
Indonesia merupakan keberlanjutan
dari warisan historis tradisi kekuasaan dan kebudayaan yang terdiri dari
beragam agama, etnis, suku bangsa, golongan dan bahasa. Indonesia adalah taman
sari kemajemukan yang diikat oleh persamaan nasib yang sama, dalam semangat
perjuangan yang sama untuk merdeka dari cengkraman penjajah, dan menentukan
nasib sendiri, serta bersepakat untuk hidup bersama secara harmonis dan damai.
Indonesia itu ditopang oleh banyak kaki-banyak tiang-yang saling mengokohkan.
Tiang itu bernama keragaman suku bangsa, etnis, dan agama. Masing-masing harus
dilindungi, dilestarikan, dikembangkan, dan diberi keleluasaan untuk
berpartisipasi dan berkontribusi dalam memajukan Indonesia Raya. Tiang-tiang
itu tidak boleh patah, apalagi dipatahkan.
Restorasi Indonesia
Kita bangga menjadi bangsa Indonesia
dengan warisan sejarah dan budaya kosmopolit, yang menghimpun hampir semua
kebudayaan besar dunia-India, Arab, Persia, Cina, dan Eropa. Semua kebudayaan
itu hidup berdampingan, dan saling mengisi. Memasuki dekade kedua abad ke-20
pergumulan antar arus peradaban Islam, India, Cina, dan Eropa mengalami
gelombang pasang dengan kesadaran kebangsaan. Ideologi Islam, Komunisme, dan
Kapitalisme menjadi diskursus yang serius.
Keragaman suku bangsa Indonesia
dengan akar budaya daerah masing-masing dipandang sebagai khazanah kekayaan
kebudayaan nasional; dan nilai-nilai luhur budaya daerah itu dirumuskan menjadi
identitas nasional. Dalam hal ini, Masjid Kampus memiliki peran strategi dalam
membangun Indonesia baru yang cerdas, adil, dan sejahtera.
Pengantar agama islam 2
restorasi indonesia versi islam
Disusun oleh
:
Kelompok 3 :
1. Hendrik firlansyah
2. Naurah hafizha
3. Siti syariah
4. Wafa sobiroh
Kelas : II A
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar