Pendidikan
Matematika
3/A
Artikel 1
KEBUDAYAAN BANTEN
1.
Pengertian kebudayaan
Kebudayaan
adalah keseluruhan sistem gagasan , tindakan dan hasil cipta, karsa, dan rasa
manusia untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya dengan cara belajar yang semuanya
tersusun dalam kehidupan masyarakat.
Terdapat
tujuh unsur kebudayaan sebagai cultural universal yang didapatkan pada
semua bangsa di dunia, antara lain :
1.
Bahasa ( lisan maupun tertulis)
2.
Sistem teknologi ( peralatan dan perlengkapan hidupmanusia)
3.
Sistem mata pencarian (mata pencarian hidup dan Sistem ekonomi)
4.
Organisasi social ( sistem kemasyarakatan )
5.
System pengetahuan
6.
Religi
2.
Sejarah Banten
Banten adalah sebuah provinsi di Pulau
Jawa, Indonesia. Provinsi ini dulunya
merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, namun dipisahkan sejak
tahun 2000, dengan keputusan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000.
Pusat pemerintahannya berada di Kota Serang.
Banten pada masa lalu merupakan daerah dengan kota pelabuhan yang
sangat ramai serta dengan masyarakat yang terbuka dan makmur. Banten pada abad
ke 5 merupakan bagian dari kerajaan Tarumanegara yang beragama hindu,.
Namun setelah runtuhnya kerajaan Tarumanegara maka di lanjutkan oleh kerajaan
sunda. Lalu Maulana Hasanuddin mendirikan kesultanan Banten.
3. Budaya masyarakat banten
a. Budaya dan Nilai
Sebagian besar anggota masyarakat memeluk agama Islam dengan semangat religius yang tinggi, tetapi
pemeluk agama lain dapat hidup berdampingan dengan damai.
Potensi dan kekhasan budaya masyarakat Banten, antara lain seni
bela diri Pencak silat, Debus, Rudad, Umbruk, Tari
Saman, Tari Topeng, Tari Cokek, Dog-dog, Palingtung, dan Lojor. Di samping itu
juga terdapat peninggalan warisan leluhur antara lain Masjid Agung Banten Lama,
Makam Keramat Panjang, dan masih banyak peninggalan lainnya.
Di Provinsi Banten terdapat Suku Baduy. Suku Baduy Dalam
merupakan suku asli Sunda Banten yang masih
menjaga tradisi anti modernisasi, baik cara berpakaian maupun pola hidup
lainnya. Suku Baduy-Rawayan tinggal di kawasan Cagar Budaya Pegunungan Kendeng
seluas 5.101,85 hektare di daerah Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Perkampungan
masyarakat Baduy umumnya terletak di daerah aliran Sungai Ciujung di Pegunungan
Kendeng. Daerah ini dikenal sebagai wilayah tanah titipan dari nenek moyang,
yang harus dipelihara dan dijaga baik-baik, tidak boleh dirusak.
b. Bahasa
Penduduk asli yang hidup
di Provinsi Banten berbicara menggunakan dialek yang merupakan turunan dari bahasa Sunda Kuno. Dialek tersebut
dikelompokkan sebagai bahasa kasar dalam bahasa Sunda modern, yang memiliki
beberapa tingkatan dari tingkat halus sampai tingkat kasar (informal), yang
pertama tercipta pada masa Kesultanan Mataram menguasai Priangan (bagian tenggara
Provinsi Jawa Barat). Namun demikian, di Wilayah Banten Selatan Seperti Lebak dan Pandeglangmenggunakan Bahasa Sunda Campuran
Sunda Kuno, Sunda Modern dan Bahasa Indonesia, di Serang dan Cilegon, bahasa Jawa Banten digunakan oleh etnik Jawa. Dan, di bagian utara
Kota Tangerang, bahasa Indonesia dengan dialek Betawi juga digunakan oleh
pendatang beretnis Betawi. Di samping bahasa Sunda, bahasa Jawa dan dialek Betawi,
bahasa Indonesia juga digunakan terutama oleh pendatang dari bagian lain
Indonesia.
c. Senjata tradisional
Golok adalah senjata
tradisional di Banten.
d.
Rumah adat
Rumah adatnya adalah rumah panggung yang beratapkan daun atap dan
lantainya dibuat dari pelupuh yaitu bambu yang dibelah-belah. Sedangkan
dindingnya terbuat dari bilik (gedek). Untuk penyangga rumah panggung adalah
batu yang sudah dibuat sedemikian rupa berbentuk balok yang ujungnya makin
mengecil seperti batu yang digunakan untuk alas menumbuk beras. Rumah adat ini
masih banyak ditemukan di daerah yang dihuni oleh orang Kanekes atau disebut juga orang Baduy.
Arsitektur rumah adat mengandung filosofi kehidupan keluarga,
aturan tabu, dan nilai-nilai privasi, yang dituangkan dalam bentuk ruangan
paralel dengan atap panggung, dan tiang-tiang penyanggah tertentu. Filosofi itu
telah berubah menjadi keindahan fisik sehingga arsitekturnya hanya bermakna
estetik.
e. Tradisi masyarakat
Tradisi masyarakat
Banten pada umumnya berhubungan dengan keaganmaan . tradisi yang sudah sering
kita lihat pada masyarakat banten yang masih bertahan hingga sekarang antara
lain :
1. Peringatan maulid nabi
2. Memperingati 7 hari meninggalnya kerabat
3. Memperingati 40 hari meninggalnya kerabat
4. Arak- arakan saat sahur ramadhan
5. Khaulan
6. Dan lain- lain
f. Kesenian
Artikel 2
Kesenian adalah keahlian dan keterampilan manusia untuk
menciptakan dan melahirkan hal-hal yang bernilai indah. Ukuran keindahannya
tergantung pada kebudayaan setempat, karena kesenian sebagai salah satu unsur
kebudayaan. Dari segi macam-macamnya, kesenian itu terdapat banyak macamnya,
dari yang bersumber pada keindahan suara dan pandangan sampai pada perasaan,
bahkan mungkin menyentuh spiritual.
Mengenai kesenian lain, ada pula yang teridentifikasi kesenian
lama (dulu) yang belum berubah, kecuali mungkin kemasannya. Kesenian-kesenian
dimaksud ialah:
1. Seni Debus Surosowan
2. Seni Debus Pusaka Banten
3. Seni Rudat
4. Seni Terbang Gede
5. Seni Patingtung
6. Seni Wayang Golek
7. Seni Saman
8. Seni Sulap-Kebatinan
9. Seni Angklung Buhun
10. Seni Beluk
11. Seni Wawacan Syekh
12. Seni Mawalan
13. Seni Kasidahan
14. Seni Gambus
15. Seni Reog
16. Seni Calung
17. Seni Marhaban
18. Seni Dzikir Mulud
19. Seni Terbang Genjring
20. Seni Bendrong Lesung
21. Seni Gacle
22. Seni Buka Pintu
23. Seni Wayang Kulit
24. Seni Tari Wewe
25. Seni Adu Bedug
26. Dan lain-lain
Kesenian-kesenian tersebut masih tetap ada, mungkin belum berubah
kecuali kemasan-kemasannya, misalnya pada kesenian kasidah dan gambus.
Relevansi kesenian tradisional ini mungkin, jika berkenaan dengan obyek kajian
penelitian maka yang diperlukan adalah orsinilitasnya. Tetapi jika untuk
kepentingan pariwisata maka perlu kemasan yang menarik tanpa menghilangkan
substansinya.
Walaupun mungkin, secara umum kesenian-kesenian tersebut akan
tunduk pada hukum perubahan sehubungan dengan pengaruh kebudayaan lain. Mungkin
karena tidak diminati yang artinya tidak ada pendukung pada kesenian itu, bisa
jadi lama atau tidak, akan punah. Karena itu, mengenai kesenian yang tidak
boleh lepas dari nilai-nilai Kebudayaan Banten, bisa jadi atau malah harus ada
perubahan kemasan.
4. Perubahan kebudayaan
Masyarakat dan kebudayaan di manapun selalu dalam keadaan berubah,
sekalipun masyarakat dan kebudayaan primitif yang terisolasi jauh dari berbagai
perhubungan dngan masyarakat yang lain. Perubahan ini, selain karena jumlah
penduduk dan komposisinya , juga karena adanya difusi kebudayaan, penemuan-
penemuan baru, khususnya teknologi dan inovasi.Difusi kebudayaan adalah
persebaran unsur- unsur kebudayaan dari suatu tempat ke tempat lain di muka
bumi, yang di bawa oleh kelompok- kelompok manusia yang bermigrasi.
Perubahan terjadi umumnya karena pada para pemuda. Angkatan pemuda
islam sepertinya telah terbius oleh akses- akses seni budaya barat. Mereka
ingin terlihat modern, sementara mereka begitu antipati dan menjauhi seni
budayanya sendiriyang bernafaskan islam. Penyebab para pemuda islam
“menyebrang” ke kebudayaan barat di antaranya adalah :
1. Kesenian umat islam berjalan dan hidup secara
tradisional, itu- itu juga, stagnant sehingga kurang menarik minat dan selera
pemuda.
2. Seni budaya umat islam kurang kreatif,
inovatif, dan variatif. Ketinggalan dalam bobot dan kualitas.
Contohnya terjadi pada pemain debus di Banten. Pada saat ini banyak pendekar debus
bermukim di Desa Walantaka, Kecamatan Walantaka, Kabupaten Serang. Yang sangat
disayangkan keberadaan debus makin lama kian berkurang, dikarenakan para pemuda
lebih suka mencari mata pencaharian yang lain. Dan karena memang atraksi ini
juga cukup berbahaya untuk dilakukan, karena tidak jarang banyak pemain debus
yang celaka karena kurang latihan maupun ada yang “jahil” dengan pertunjukan
yang mereka lakukan. Sehingga semakin lama warisan budaya ini semakin punah.
Dahulu kita bisa menyaksikan atraksi debus ini dibanyak wilayah banten, tapi
sekarang atraksi debus hanya ada pada saat event – event tertentu. Jadi tidak
setiap hari kita dapat melihat atraksi ini. Warisan budaya, yang makin lama
makin tergerus oleh perubahan jaman.
Masyarakat
Banten merupakan masyarakat yang mempunyai budaya ketimuran. Namun saat ini
sudah mulai bercampur dengan budaya barat, terutama cara berpakaian pria dan
wanitanya, juga mata pencaharian dan peralatan sehari- hari yang mereka
gunakan. Hal tersebut karena sudah berkembangnya teknologi informasi di dunia,
maka masyarakat banten berusaha untuk tidak tertinggal oleh zaman.
Adapun
gangguan- gangguan moral yang di timbulkan oleh moralitas modern di Indonesia,
terutama di tanah Banten antara lain :
1.
munculnya night life ( kehidupan malam )
2.
beauty contess yang memperdagangkan keluwesan dan kecantikan tubuh wanita
sebagai hiburan.
3.
pornografi
4.
homoseksualisme dan lesbianisme
5.
mode pakaian, khususnya bagi kaum wanita. Mode pakaian wanita semakin “mini”
dan menonjolkan keindahan tubuh wanita. Bukan lagi berfungsi untuk menutup
aurat.
Budaya barat memang memiliki dampak
positif dan negatif terhadap masyarakat Banten, maka kita harus pandai memilih
dan memilah mana yang baik dan yang buruk.
2.2 BUDAYA BANTEN DAN
PERUBAHAN-PERUBAHANNYA
Melalui unsur-unsur kebudayaan,
kiranya dapat digambarkan keberadaan Banten dari masa pertama dan
perkembangannya kini. Secara deskriptif dapat dikemukakan sbb :
A.
Bahasa
Sebelum kedatangan Syarif Hidayatullah
di Banten bahasa penduduk yang pusat kekuasaan politiknya di Banten Girang,
adalah bahasa Sunda. Sedangkan bahasa Jawa, dibawa oleh Syarif Hidayatullah,
kemudian oleh puteranya, Hasanuddin, berbarengan dengan penyebaran agama Islam.
Dalam kontak budaya yang terjadi, bahasa Sunda dan bahasa Jawa itu saling
mempengaruhi yang pada gilirannya membentuk bahasa Jawa dengan dialek
tersendiri dan bahasa Sunda juga dengan dialeknya sendiri. Artinya, bahasa Jawa
lepas dari induknya (Demak, Solo, dan Yogya) dan bahasa Sunda juga terputus
dengan pengembangannya di Priangan sehingga membentuk bahasa sunda dengan
dialeknya sendiri pula; kita lihat misalnya di daerah-daerah Tangerang,
Carenang, Cikande, dan lain-lain, selain di Banten bagian Selatan.
Bahasa Jawa yang pada permulaan abad
ke-17 mulai tumbuh dan berkembang di Banten, bahkan menjadi bahasa resmi
keraton termasuk pada pusat-pusat pemerintahan di daerah-daerah. Sesungguhnya
pengaruh keraton itulah yang telah menyebabkan bahasa Jawa dapat berkembang
dengan pesat di daerah Banten Utara. Dengan demikian lambat laun pengaruh
keraton telah membentuk masyarakat berbahasa Jawa. Pada akhirnya, bahasa Jawa
Banten tetap berkembang meskipun keraton tiada lagi.
Bahasa Jawa dimaksud dalam
pengungakapannya menggunakan tulisan Arab (Pegon) seperti kita temukan
pada manuskript, babad, dan dokumen-dokumen tertentu. Penggunaan huruf Arab
(Pegon) didorong oleh dan disebabkan karena :
Penggunaan aksara lama terdesak oleh
huruf Arab setelah Islamisasi.
Huruf Arab menjadi sarana komunikasi
kaum maju, sedangkan aksara menjadi alat komunikasi kaum elit/lama/feodal,
ditambah pihak kolonial yang mengutamakan aksara Ijawa). Kaum maju tersebut
adalah masyarakat pemberontak, atau setidak-tidaknya tidak setuju dengan adanya
penguasaan asing sehingga huruf Arab dipergunakan sebagai sarana lebih aman dan
juga rahasia.
Di lain pihak, terutama kaum lama,
penggunan huruf Pegon memberikan corak Islam dalam tulisan yang tidak selalu
bersifat Islam, sehingga lebih aman beredar/mengisi permintaan rakyat. Untuk
mempermudah kajian dan penelitian isi, terutama masalah-masalah hukum, huruf
Arab lalu disalin ke dalam tulisan (huruf) latin sebelum kemudian diterjemahkan
ke dalam bahasa lain, terutama Belanda. Bahasa Jawa dengan tulisan latin itu
merupakan perkembangan kemudian karena pada aslinya menggunakan tulisan Arab.
Demikian pula perkembangan perbendaharaan kata dipengaruhi oleh lingkungan
bahasa Sunda, bahasa Arab, dan bahasa lain. Pada jaman penjajahan Belanda, ada
juga pengaruh bahasa Belanda yang masuk ke dalam bahasa Jawa, misalnya sekola,
yang semula ginau. Pada perkembangan sekarang, bahasa Jawa Banten ternyata juga
dipengaruhi oleh bahasa Indonesia; mungkin demikian seterusnya, tetapi bahasa
ini akan tetap ada sesuai dengan keberadaan pendukungnya.
B.
Sistem Pengetahuan
Pengetahuan manusia merupakan
akumulasi dari tangkapannya terhadap nilai-nilai yang diacu dan dipahami,
misalnya agama, kebiasaan, dan aturan-aturan. Pengetahuan manusia tidak berdiri
sendiri melainkan berhubungan dengan elemen-elemen lain, dan karena itu maka
disebut sistem pengetahuan. Salah satu (sistem) pengetahuan sebagai salah
satu unsur kebudayaan Banten adalah
misalnya pengetahuan tentang kosmologi (alam semesta). Pada fase perkembangan
awal pengetahuan tentang kosmologi orang Banten adalah bahwa alam ini milik
Gusti Pangeran yang dititipkan kepada Sultan yang berpangkat Wali setelah Nabi.
Karena itu hierarchi Sultan adalah suci.
Gusti Pangeran itu mempunyai
kekuatan yang luar biasa yang sebagian kecil dari kekuatannya itu diberikan
kepada manusia melalui pendekatan diri. Yang mengetahui formula-formula
pendekatan diri untuk memperoleh kekuatan itu adalah para Sultan dan para Wali,
karena itu Sultan dan para Wali itu sakti. Kesaktian Sultan dan para wali itu
dapat disebarkan kepada keturunan dan kepada siapa saja yang berguru
(mengabdi).
Pengetahuan yang berakar pada
kosmologi tersebut masih ada sampai kini sehingga teridentifikasi dalam
pengetahuan magis. Mungkin dalam perkembangan kelak tidak bisa diprediksi menjadi
hilang, bahkan mungkin menjadi alternartif bersama-sama dengan (sistem)
pengetahuan yang lain.
C.
Organisasi Sosial
Yang dimaksud dengan organisasi
sosial adalah suatu sistem dimana manusia sebagai mahluk sosial berinteraksi.
Adanya organisasi sosial itu karena ada ketundukan terhadap pranata sosial yang
diartikan oleh Suparlan sebagai seperangkat aturan-aturan yang berkenaan dengan
kedudukan dan penggolongan dalam suatu struktur yang mencakup suatu satuan
kehidupan sosial, dan mengatur peranan serta berbagai hubungan kedudukan, dan
peranan dalam tindakan-tindakan dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
Di antara bentuk organisasi sosial
di Banten adalah stratifikasi sosial. Pada awal di jaman Kesultanan, lapisan
atas dalam stratifikasi sosial adalah pada Sultan dan keluarganya/keturunannya
sebagai lapisan bangsawan. Kemudian para pejabat kesultanan, dan akhirnya
rakyat biasa. Pada perkembangan selanjutnya, hilangnya kesultanan, yang
sebagian peranannya beralih pada Kiyai (kaum spiritual), dalam stratifikasi
sosial merekalah yang ada pada lapisan atas. Jika peranan itu berpindah kepada
kelompok lain, maka berpindah pulalah palisan itu.
D.
Sistem Religi
Yang dimaksud dengan sistem religi
adalah hubungan antar elemen-elemen dalam upacara agama. Agama Islam sebagai
agama resmi keraton dan keseluruhan wilayah kesultanan, dalam
upacara-upacaranya mempunyai sistem sendiri, yang meliputi peralatan upacara,
pelaku upacara, dan jalannya upacara. Misalnya dalam upacara Salat, ada
peralatan-peralannya dari sejak mesjid, bedug, tongtong, menara, mimbar,
mihrab, padasan (pekulen), dan lain-lain. Demikian pula ada pelakunya, dari
sejak Imam, makmum, tukang Adzan, berbusana, dan lain-lain; sampai kemudian
tata cara upacaranya.
Di jaman kesultanan, Imam sebagai
pemimpin upacara Salat itu adalah Sultan sendiri yang pada transformasinya
kemudian diserahkan kepada Kadi. Pada perubahan dengan tidak ada sultan, maka
upacara agama berpindah kepemimpinannya kepada kiyai. Perkembangan selanjutnya
bisa jadi berubah karena transformasi peranan yang terjadi.
E.
Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Kehidupan masyarakat memang
memerlukan peralatan dan teknologi. Memperhatikan paralatan hidup dan teknologi
dalam kebudayaan Banten, dapat diperoleh informasinya dari peninggalan masa
lalu. Salah satu diantaranya misalnya relief, penemuan benda-benda arkeologis,
dan catatan-catatan masa lalu. Di jaman kesultanan, kehidupan masyarakat
ditandai dengan bertani, berdagang, dan berlayar termasuk nelayan. Dari corak
kehidupan ini terlihat bahwa peralatan hidup bagi petani masih terbatas pada
alat-alat gali dan lain-lain termasuk pemanfaatan hewan sebagai sumber energi.
Angkutan dan teknologi pelayaran
masih memanfaatkan energi angin yang karenanya berkembang pengetahuan ramalan
cuaca secara tradisional, misalnya dengan memanfaatkan tanda-tanda alam.
Demikian pula teknik pengolahan logam, pembuatan bejana, dan lain-lain,
memanfaatkan energi alam dan manusia. Tentu saja aspek (unsur kebudayaan) ini
secara struktural mengalami perubahan pada kini dan nanti, meski secara
fungsional mungkin tetap.
G.
Sistem Mata Pencaharian Hidup
Gambaran perkembangan mengenai hal
ini untuk sejarah manusia, akan tersentuh dengan kehidupan primitif, dari hidup
berburu sampai bercocok tanam. Hubungannya dengan kebudayaan Banten, sistem
mata pencaharian hidup sebagai salah satu unsur kebudayaan, terlihat dari jaman
kesultanan. Mata pencaharian hidup dari hasil bumi menampilkan adanya
pertanian. Dalam sistem pertanian itu ada tradisi yang masih nampak, misalnya
hubungan antara pemilik tanaman (petani) dan orang-orang yang berhak ikut
mengetam dengan pembagian tertentu menurut tradisi.
Dalam nelayan misalnya ada sistem
simbiosis antara juragan dan pengikut-pengikutnya dalam usaha payang misalnya.
Kedua belah pihak dalam mata pencaharian hidup itu terjalin secara tradisional
dalam sistem mata pencaharian. Mungkin pula hubungan itu menjadi hubungan
kekerabatan atau hubungan Patron-Clien. Pada masa kini kemungkinan sistem
tersebut sudah berubah, disamping karena perubahan mata pencaharian hidup, juga
berubah dalam sistemnya karena penemuan peralatan (teknologi) baru. Demikian
pula kemungkinan di masa yang akan datang.
Artikel 3
Kesenian
Kesenian adalah keahlian dan
keterampilan manusia untuk menciptakan dan melahirkan hal-hal yang bernilai
indah. Ukuran keindahannya tergantung pada kebudayaan setempat, karena kesenian
sebagai salah satu unsur kebudayaan. Dari segi macam-macamnya, kesenian itu
terdapat banyak macamnya, dari yang bersumber pada keindahan suara dan
pandangan sampai pada perasaan, bahkan mungkin menyentuh spiritual.
Ada tanda-tanda kesenian Banten itu
merupakan kesenian peninggalan sebelum Islam dan dipadu atau diwarnai dengan
agama Islam. Misalnya arsitektur mesjid dengan tiga tingkat sebagai simbolisasi
Iman, Islam, Ihsan, atau Syari’at, tharekat, hakekat. Arsitektur seperti ini
berlaku di seluruh masjid di Banten. Kemudian ada kecenderungan berubah menjadi
bentuk kubah, dan mungkin pada bentuk apa lagi, tapi yang nampak ada kecenderungan
lepas dari simbolisasi agama melainkan pada seni itu sendiri.
Arsitektur rumah adat yang
mengandung filosofi kehidupan keluarga, aturan tabu, dan nilai-nilai prifasi,
yang dituangkan dalam bentuk ruangan paralel dengan atap panggung Ikan Pe, dan
tiang-tiang penyanggah tertentu. Filosofi itu telah berubah menjadi keindahan
fisik sehingga arsitekturnya hanya bermakna aestetik. Mengenai kesenian lain,
ada pula yang teridentifikasi kesenian lama (dulu) yang belum berubah, kecuali
mungkin kemasannya. Kesenian-kesenian dimaksud ialah :
- Seni Debus Surosowan
- Seni Debus Pusaka Banten
- Seni Rudat
- Seni Terbang Gede
- Seni Patingtung
- Seni Wayang Golek
- Seni Saman
- Seni Sulap-Kebatinan
- Seni Angklung Buhum
- Seni Beluk
- Seni Wawacan Syekh
- Seni Mawalan
- Seni Kasidahan
- Seni Gambus
- Seni Reog
- Seni Calung
- Seni Marhaban
- Seni Dzikir Mulud
- Seni Terbang Genjring
- Seni Bendrong Lesung
- Seni Gacle
- Seni Buka Pintu
- Seni Wayang Kulit
- Seni Tari Wewe
- Seni Adu Bedug
- Dan lain-lain
Kesenian-kesenian tersebut masih tetap
ada, mungkin belum berubah kecuali kemasan-kemasannya, misalnya pada kesenian
kasidah dan gambus. Relevansi kesenian tradisional ini mungkin, jika berkenaan
dengan obyek kajian penelitian maka yang diperlukan adalah orsinilitasnya.
Tetapi jika untuk kepentingan pariwisata maka perlu kemasan yang menarik tanpa
menghilangkan substansinya.Walaupun mungkin, secara umum kesenian-kesenian
tersebut akan tunduk pada hukum perubahan sehubungan dengan pengaruh kebudayaan
lain. Mungkin karena tidak diminati yang artinya tidak ada pendukung pada
kesenian itu, bisa jadi lama atau tidak, akan punah. Karena itu, mengenai
kesenian yang tidak boleh lepas dari nilai-nilai Kebudayaan Banten, bisa jadi
atau malah harus ada perubahan kemasan.
Banten sebagai komunitas kutural
memang mempunyai kebudayaannya sendiri yang ditampilkan lewat unsur-unsur
kebudayaan. Dilihat dari unsur-unsur kebudayaan itu, masing-masing unsur
berbeda pada tingkat perkembangan dan perubahannya. Karena itu terhadap
unsur-unsur yang niscaya harus berkembang dan bertahan, harus didorong pula
bagi pendukungnya untuk terus menerus belajar (kulturisasi) dalam pemahaman dan
penularan kebudayaan.
Kalau boleh dikatakan, menangkap
potret budaya Banten adalah upaya yang harus serius, kalau tidak ingin menjadi
punah. Kepunahan suatu kebudayaan sama artinya dengan lenyapnya identitas.
Hidup tanpa identitas berarti berpindah pada identitas lain dengan
menyengsarakan identitas semula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar